Semua Berawal dari Mimpi

 SEMUA BERAWAL DARI MIMPI

Mimpi adalah kunci. Begitu kata Giring ‘Nidji’. Dengan  bahasa yang lebih sederhana, mimpi adalah titik awal sebuah pencapaian. Segala keinginan bersumber dari mimpi. Seorang yang punya mimpi menandakan bahwa ia masih memiliki kehidupan dan berniat untuk hidup.
Kedengarannya memang seollah muluk. Namun, itulah realitanya. Banyak orang meraih kesuksesan yang mungkin pada awalnya hanya sebuah mimpi.
Mimpi setiap orang tentu berbeda. Setiap orang menginginkan pencapaian maksimal dalam hidupnya. Namun, setiap pemimpi memiliki batas maksimalnya sendiri dalam bermimpi.
Lingkungan yang  penuh dengan persaingan sehat orang-orang berilmu pengetahuan akan memacu seseorang untuk bermimpi lebih besar dari apa yang diraih kebanyakan orang di lingkungannya. Namun, ada kalanya lingkungan itu pula yang berdampak pada kemalasan seseorang  hingga mematikan mimpinya. Ia bahkan tak lagi punya mimpi.
Sebaliknya, lingkungan yang dipenuhi dengan orang-orang dengan  tingkat pendidikan rendah dan kehidupan yang masih mengagungkan nilai-nilai adat yang tradisional dan kolot, membuat seseorang enggan untuk bermimpi. Bahkan, tida terlintas untuk bermimpi.
Kondisi seperti ini masih banyak di temui di daerah-daerah perkampungan yang  kehidupannya jauh dari lingkungan perkotaan. Masih banyak anggapan bahwa hanya orang-orang berduit dan orang-orang pintar saja yang bisa sekolah dan meraih mimpinya. Padahal, sekolah tinggi tidak hanya bisa ditempati orang-orang pintar dan berduit saja.
Dengan demikian, pengaruh lingkungan bagi lahirnya sebuah mimpi tidaklah selalu nyata. Semua akan bergantung dengan keinginan manusia itu sendiri untuk mengubah pola pikir yang itu-itu saja. Semua bergantung pada keinginan untuk hidup lebih baik dari keadaan sebelumnya. Mereka adalah orang-orang yang berani untuk mendobrak semua kemalasan dan hal-hal lain yang menghalanginya untuk bermimpi.
Jadi, jangan pernah takut untuk bermimpi! Jangan pernah merasa kerdil untuk memiliki satu mimpi besar! Mimpi atau cita-cita bukkan lagi celotehan saat balita, melainkan tombak awal bagi kehidupan kita untuk menggapai kesuksesan.


source : http://telekomunikasiku.blogspot.com/

PUTRI ULIN

Pada jaman dahulu kala di Pulau Kalimantan hiduplah seorang wanita yang terkenal dengan julukan Putri Ulin. sejak kecil ia tinggal di hutan. Kedua orang tuanya telah lama sekali meninggal. Ayahnya meninggal karena dipatuk ular berbisa. Ibunya kemudian menyusul karena tidak dapat menahan kesedihan.

Kehidupan Putri Ulin sebelum orang tuanya meninggal sangat membahagiakan. Orang tuanya sangat menyayanginya, karena ia adalah anak satu-satunya yang dimiliki orang tuanya. Meskipun hidup dengan sederhana, namun ia dan keluarganya tidak pernah kekurangan.

Setelah kedua orang tuanya meninggal, ia hanya tinggal bersama kakeknya. Ia memiliki seekor hewan peliharaan yang sangat ia sayangi, yaitu seekor anak anjing yang selalau setia padanya. Tak lama kemudian, kakeknya pun meninggal karena usia yang telah renta.

Semenjak kakeknya meninggal, Putri Ulin hidup sendirian. Hanya si Belang anjingnya yang selalu setia menemaninya. Putri Ulin yang ceria dan selalu tersenyum berubah menjadi sosok pendiam dan tertutup. Ia jarang sekali berhubungan dengan masyarakat di perkampungan dekat hutan tempat ia tinggal, bahkan masyarakat pun mengira bahwa ia telah meninggal akibat dimakan binatang buas. Terakhir kali ia berhubungan dengan  masyarakat yaitu ketika masyarakat meminta tolong kepadanya untuk menyingkirkan wabah penyakit menular yang berbahaya. Ya memang, Putri Ulin juga dikenal masyarakat sebagai ahli ramuan alam yang telah dipercaya khasiatnya. Keahlian ini ia dapatkan dari kakeknnya sebelum meninggal.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Putri Ulin membuka ladang di hutan, dan hasil ladang tersebut ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Suatu hari, datanglah dua orang saudagaar dari kota. Mereka adalah Harun dan Mirza. Mereka berdua bersaudara. Mereka datang ke perkampungan dekat hutan tempat Putri Ulin tinggal untuk menemui teman lama mereka yaitu Mukhlos yang sudah lama sekali mereka tidak berjumpa.

Setelah sampai di rumah Mukhlos, Harun dan Mirza berencana untuk mengajak Mukhlos berburu di hutan di sebelah perkampungan. Awalnya Mukhlos menolak karena terdengar kabar bahwa hutan tersebut angker dan banyak binatang buasnya. Namun setelah dibujuk oleh Harun dan Mirza akhirnya Mukhlos pun menurutinya.

Di tengah hutan mereka mulai berburu. Namuun sampai hari mulai sore dan matahari mulai terbenam, mereka masih belum mendapatkan hasil buruan. Akhirnya mereka memutuskan untuk bermalam di hutan tersebut.

Ketika sedang memasang tenda, Mirza secara tidak sengaja melihat sosok bayangan wanita di balik pohon besar. Ia yang penasaran dengan bayangan tersebut mendekati pohon besar itu. Namun setelah didekati bayangan tersebut hilang. Setelah  kembali dan berkumpul dengan yang lainnya, ia kembali melihat bayangan itu. Akhirnya ia mendekati kembali asal bayangan tersebut, namun setelah didekati, ternyata bayangan wanita tersebut melarikan diri. Mirza berusaha memanggil dan mengejar bayangan tersebut yang memang merupakan seorang wanita.

"Hai, kau. Berhenti! Jangan lari kau!" Teriak Mirza mengejar bayangan itu.

Hari semakin malam, Mirza sedari tadi tidak bisa tidur. ia terus memikirkan bayangan wanita tadi. ia telah bercerita kepada Harun dan Mukhlos, tetapi mereka tidak percaya.

"Ah, aku kan sudah bilang kalu hutan ini angker. Mungkin saja kamu telah dihantui oleh penghuni hutan ini." celatuh Mukhlos dengan sedikit ketakutan.

"Sudahlah, jangan dipikirkan lagi. Mungkin kamu hanya berhalusinasi saja karena kelelahan. Sebaiknya kamu pergi tidur sekarang." kata Harun bijaksana.

Sementara itu, Putri Ulin masih berpikir dan bertanya-tanya di rumahnya. Siapakah ketiga lelaki tadi? Apa yang mereka lakukan di sini? Apakah benar mereka akan merusak hutan?

Keesokan harinya, Putri Ulin mencari kayu bakar untuk digunakannya memasak. Ia melewati perkemahan tiga lelaki tersebut. Sambil mencari kayu bakar,  matanya tidak berhenti mengintai apa yang dilakukan ketiga lelaki itu. Perlahan-lahan ia melanngkah untuk memperjelas  penglihatannya. Ia merasa takut jika ketiga lelaki itu benar-benar ingin merusak hutan seperti kejadian beberapa bulan yang lalu.

Mirza yang kembali melihat bayangan itu mengatakan kepada Harun dan Mukhlos. Hrun dan Mukhlos pun percaya karena mereka telah melihat bayangan itu dengan meta mereka. Karena penasaran, akhirnya mereka bertiga mendekati bayangan itu. Bayangan wanita itu terkejut ketika Harun berhasil menemukannya dan berusaha menangkapnya. Ia berusaha lari,  namun  setelah dikejar oleh Harun akhirnya ia tertangkap.

"Hai, siapa kamu?" tanya Harun kepada sosok wanita di hadapannya, namun  wanita itu tidak kunjung menjawab. "Hai, jawab pertanyaan saya! Siapa kamu? Mengapa kamu mengintai kami seolah kami ini adalah orang jahat?" tanya Harun kembali seolah mengintrogasi.

Bayangan yang ketakutan itu menjawab dengan nada sedikit terbata, "Ss.. saya Putri Ulin. Ss.. saya mengintai kalian karena kalian adalah orang jahat yang ingin merusak hutan ini."

"Hei, jangan sembarangan kamu!" bentak Harun kepada wanita itu yang ternyata adalah Putri Ulin. Putri Ulin yang semakin ketakutan akhirnya terlihat berkaca-kaca. Harun yang tidak tega melihat itu, akhirnya mengajak Putri Ulin ke perkemahan untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.

Di perkemahan terdapat Mirza dan Mukhls yang telah kembali terlebih dulu karena tidak dapat mengejar Putri Ulin.

"Hei, Harun. Siapa wanita itu?" tanya Mirza.

"Dia adalah bayangan wanita yang  kamu lihat tadi. Aku berhasil menangkapnya. Dia selama ini telah mengintai kita, karena dia mmenganggap kita adalah penjahat yang ingin merusak  hutan ini." jawab Harun.

"Saya hanya tidak ingin hutan temoat tinggal saya ini rusak karena kalian." kata Putri Ulin ketus.

"Kamu tinggal di hutan ini? Siapa namamu?" tanya Mukhlos penasaran dan keheranan, namun Putri Ulin tidak menjawab.

"Dia adalah Putri Ulin." jawab Harun.

"Apa? Jadi kau Putri Ulin yang dikenal masyarakat selama ini? Jadi kau masih hidup? Saya Mukhlos saya tinggal di kampung sebelah hutan ini. kampung yang pernah kau selamatkan dari wabah penyakit menular. Semua orang telah mengira bahwa  kau telah meninggal. karena pernah orang mengunjungi tempat tinggalmu ayang dulu, tapi kau tak ada di sana. Lalu di mana kau tinggal sekarang?" tanya Mukhlos beruntut.

"Ya, memeng benar. Saya adalah Putri Ulin. Saya sekarang tinggal di tengah hutan dekat sungai. Saya pindah ke sana karena saya ingin menyendiri dan melupakan semua kesediahan dan masa lalu saya." jawab Putri Ulin.

"Kau tiinggal dengan siapa?" tanya Mukhlos.

"Sekarang saya tinggal sendirian."

"Bolehkah kami ke rumahmu?" tanya Mirza.

"Emm.. Baiklah. Esok hari aku akan ke sini lagi untuk menjemput kalian."

Karena hari telah sore,  Putri Ulin pun pulang ke rumahnya. Harun  yang  masih penasaran dengan  kehidupan masa lalu Putri Ulin akhirnya bertanya kepada  Mukhlos. Setelah Harun mengetahui kehidupan masa lalu Putri Ulin, ia merasa sangat terharu dengan ketabahan Putri Ulin. Secara tak sadar, ia telah menaruh hati kepada Putri Ulin.

Sementara itu, Mirza yang tengah hanyut dalam lamunannya dengan memutar-putar liontin kalung yang tengah dipegangnya terkagetkan oleh  Mukhlos.
 

"Hai!' tegur Mukhlos. "Kamu pasti memikirkan Putri Ulin juga kan?" Mirza tidak menjawab pertanyaan Mukhlos, ia hanya tersenyum menanggapi Mukhlos. "Apa yang ada di tanganmu itu?"

"Oh, ini. Ini adalah liontin kalung dari batu. Liontin kalung ini adalah penghubung antara aku dan keluarga kandungku."

"Apa maksudmu?" tanya Mukhlos keheranan.

"Ya, aku dan Mirza sebenarnya bukan saudara kandung. Ayah kami  mengatakan bahwa keluarga kandung Mirzza berasal dari kampung ini. Jadi, kedatangan kami ke sini selain untuk bertemu denganmu juga karena ingin meminta bantuanmu untuk mencari keluarga Mirza." jelas Harun.

"Oh, begitu. Baiklah, akan aku bantu kalian semampuku." jawab Mukhlos. "Lalu kau, Harun. Apa yang sedang kau pikirkan? Dari tadi aku melihat kau melamun juga. Apakah kau juga sedang memikirkan Putri Ulin?" tanya Mukhlos kepada Harun seraya mengintrogasi.

Harun tersenyum, lalu berkata, "Aku terkagum dengannya, ia sangat tabah menghadapi kehidupan ini."

"Apakah kau menyukainya?" tanya Mukhlos dan Mirza  hampir bersamaan, namun Harun hanya tersenyum saja.

Keesokan harinya Putri Ulin kembali ke perkemahan ketiga lelaki itu untuk menjemput mereka untuk pergi ke rumahnya. Ia kemudian menjadi petunjuk perjalanan untuk pergi ke rumahnya. Tiba-tiba di tengah perjalanan melintas  ular besar berbisa. Namun dengan sigap Putri Ulin dapat menanganinya. ketiga lelaki itu pun terkesan dengan Putri Ulin.

Sesampainya di rumah Putri Ulin, mereka kemudian duduk di teras rumahnya. Putri Ulin pun  tak lupa menjamu mereka. Meskipun hanya dijamu dengan beberapa singkong rebus dan air putih, mereka sanagt senang menerimanya. Beberapa saat kemudian, Mukhlos terlihat heran setelah melihat sesuatu.

"Za, apakah kau tidak merasa kehilangan sesuatu?" tanya Mukhlos kepada Mirza.

"Tidak. Aku tidak merasa ada barangku yang hilang."

"Apakah kau yakin?"

"Sungguh, aku benar-benar yakin."

"Lalu, benda apa yang ada di atas meja itu? Dari mana kau mendapatkannya, Putri Ulin?" tanya Mukhlos kepada Putri Ulin.

"Oh, itu. Itu adalah kalung pemberian orang tuaku sejak aku kecil." jawab Putri Ulin.

"Boleh aku lihat?" tanya Mukhlos penasaran.

"Oh, tentu saja." kemudian Putri Ulin mengambil kalung yang ada di atas meja tersebut.

"Bukankah ini milikmu, Za?" tanya Harun.

"Bukan, milikku ada padaku." jawab Mirza.

"Coba kau lihat baik-baik, ini seperti milikmu. Kalau memang kalungmu ada padamu, coba kamu keluarkan!" perintah Harun.

Kemudian Mirza mengeluarkan kalung miliknya dan mencocokkannya dengan  kalung milik Putri Ulin. Ternyata kedua liontin kalung tersebut bisa menyatu membentuk setengah lingkaran tidak rata.

"Apa mungkin kau adalah adikku yang selama ini aku cari?" tanya Mirza keheranan.

"Itu tidak mungkin. Aku adalah anak tunggal." jawab Putri Ulin.

"Kau pasti adik dari Mirza. Karena ayah kami pernah berkata kepada kami bahwa kalung yang dimiliki Mirza itu ada pasangannya. Dan beliau juga berkata bahwa Mirza diambil dari keluargadi perkampungan  ini." jelas Harun.

Semua orang terdiam tak tahu harus berbuat apa. Rasa senang, tterharu, dan kebahagiaan bercampur menjadi satu. Terutama Putri Ulin yang ternyata masih memiliki keluarga dan bertemu dengan keluarganya. Dan juga Mirza yang telah menemukan adiknya.

Sementara itu, tak berapa lama kemudian, Harun yang telah memendam rasa sejak pertama  bertemu dengan Putri Ulin akhirnya menyatakan perasaannya. Dan tak disangka Putrii Ulin pun menerimanya.

Akhirnya, Putri Ulin dan Harun menikah. Putri Ulin pun dibawa kelluar dari hutan untuk diajak tinggal di kota dan hidup bahagia bersama Harun suaminya dan Mirza kakaknya dalam sebuah keluarga baru dengan kesederhanaan dan penuh perdamaian.


*****